dia memang bukan siapa-siapa, hanya seorang lelaki yang menderita karena tak berpunya di hari senjanya. hari-harinya dihabiskan untuk mengorek tempat sampah, mengumpulkan benda-benda yang kiranya masih laku di tukar oleh sekeping uang recehan. bajunya lusuh, penuh tambalan, di rumah anda kain seperti itu hanya layak menjadi kain lap.
sama sekali ia tak pernah mengeluh, meski masa depan jelas ia tak punya. masa depan apalagi? ia bahkan sudah lupa dengan kata itu.
“tapi sudahlah, tak perlu diungkit-ungkit, biarkan Allah SWT yang membalasnya” katanya ketika mengakhiri cerita tentang perjuangannya melawan penjajah dulu.
aku hanya bisa mendengarkan, tak lebih, tak bisa berbuat apa-apa. sebagai anak kecil, aku hanya bisa diam, senang mendengarkan cerita-ceritanya tentang peperangan, bagiku itu lebih seru ketimbang mesti menonton televisi atau membaca buku.
belakangan, ketika umurku tlah bertambah, Kakek itu sudah lama meninggal. pergi di hari senja yang sepi. aku masih ingat senyum terakhirnya, bahkan ia masih tetap saja tersenyum meski tubuhnya telah di balut kain kafan.
sore-sore seperti ini, ingatan selalu mebawaku pada hari-hari saat ia meceritakan kisahnya dengan semangat, aku dan teman-teman kecilku bersila duduk di hadapananya, memandang matanya yang brekilat-kilat penuh cahaya. yap, kakek itu adalah seorang pejuang kemerdekaan, paling tidak itulah pengakuannya. yang paling membanggakan, katanya, adalah saat ia memanggul tandu yang di atasnya duduk jenderal Besar Sudirman.
detik-detik jelang proklamasi juga di rasakannya.
“tak ada yang paling membanggakan selain mendengar bung karno membacakan teks proklamasi” katanya pada suatu sore. dia bercerita banyak petang itu, soal gegap gempita para pejuang menyambut hari kemerdekaan. semua orang tumpah ruah kejalan. penderitaan selama penjajahan seolah lenyap. terbayar sudah di pagi jum’at itu.
namun, setelah 50 tahun republik ini merdeka, beliau malah makin menderita, tertatih menata hidup, tanpa seorangpun yang peduli. akhirnya hidupnya tak menentu, jangankan rumah, gubuk untuk berteduh saja masih mengandalkan kolong jembatan. itupun mesti pintar-pintar menghindari trantib.
itulah penghianatan kita, terhadap mereka yang telah mempertaruhkan nyawa demi merebut kemerdekaan. jangankan disebut sebagai pahlawan, namanyapun tak tercatat. jangan lupa, Jendral Sudirman tak akan menjadi ‘Besar’ jika ia bergerilya sendirian. Tjut Njak Dien tak akan di kenal jika ia hanya mengangkat pedang seorang diri. kita terlampau silau melihat para pahlawan ‘besar’ yang telah gugur. tapi kita acapkali lupa pada para veteran yang justru dibuat ‘mengemis’ di kantor pos setiap awal bulan. mana kesejahteraan buat mereka? republik ini justru dinikmati oleh orang-orang yang tak memberi kontribusi apapun.
Inspirasi:
Legiun veteran Minta Dana Kesejahteraan
Veteran Minta Insentif menjadi Rp 300.000
Disclaimer :
Cerita adalah fiksi, tak bermaksud melecehkan siapapun
Februari 17, 2008 pada 8:54 pm
PERTAMAX!!!
Februari 17, 2008 pada 9:02 pm
iya… presiden bisa gonta-ganti sering2… tp veteran ampe sekarang gada yg mikirin.
tanpa berniat menghakimi siapa pun nih… mahasiswa jaman sekarang kenapa ya ga ada yg demo perjuangin nasib veteran, pdhl kl bukan karna perjuangan nya ga ada tuh yg namanya mahasiswa di Indonesia…
heheee… smua sibuk dg kepentingan masing2, boro2 inget pejuang. pdhl jumlah nya cuma tinggal brapa glintir doang… apa susah nya untuk nyeneng2in hari tua
masa mudanya susah, udah tua pun gada yg sudi mikirin
harus gimana ya…
Februari 17, 2008 pada 9:56 pm
jaman skarang berubah pak.. yang dulu ga usah diinget.. dulu dah nikmati skr bagian yang laen, kata pemerintah

Februari 17, 2008 pada 9:56 pm
postingan mas tan menyentuh dan mengharukan banget. masih ada pak tua-pak tua lain yang gagal diurus oleh negara, mas tan. kita ini kan bangsa yang berdiri di balik slogan: “bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya”. Ufhh.,.. tapi realitas yang tampak justru sebaliknya. peralihan dari generasi ke generasi telah melupakan para pejuang yang dulu rela mengorbankan nyawa dan menyingkirkan kenikmatan hidup yang mestinya mereka dapatkan.
*Mengelus dada karena sesak napas*
Februari 18, 2008 pada 12:22 am
Sedih bacanya, dan agak sedikit malu juga membaca nya, tanpa kita sadari kita pun sudah menikmati kemerdekaan yang diperjuangkan oleh mereka yang terkucilkan, maluuu Bro! kita cuma bisa kasih wacana. ayo kita pikirkan saja kongkrit nya!
salam hangat!
Februari 18, 2008 pada 12:48 am
nah itulah orang2 yang perlu diperhatikan sama bangsa.
Seperti itu mestinya harus dilaporkan dan diberi perhatian.
Februari 18, 2008 pada 6:27 am
Bener tuh, berapa banyak veteran kita yang hidup dalam garis kemiskinan. Sayang ya pemerintah gak menghargai jasa2 pejuang, sekarang yang menikmati kemerdekaan bisa kaya raya tanpa melihat ke belakang…. Waktu itu juga pernah ditayangin di TV ttg seorang pejuang veteran yg udah cacat, renta, sakit2an, tinggalnya di rumah yang tak layak huni. Gimana bisa hidup layak kalau uang pensiun gak mencukupi. Miris banget ngeliatnya….
Februari 18, 2008 pada 9:52 am
mana kita tau mana yang sungguh-sungguh pahlawan dan yang bukan…
Februari 18, 2008 pada 11:45 am
cieeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee
TOP POST NOMOR 46!
wuaaaa…. siap2 aja lo, jadi Seleb Brogger se Jagad Blogsphere
*minta tanda tangan nya dooong…*
Februari 18, 2008 pada 12:50 pm
mungkin kita akan merasa penghianat bagi mereka . Tapi jangan salah , justru mereka saya anggap adalah pahlawan sejati , ingat sesuatu yang dilakukan dengan tulus dan ikhlas tak pernah meminta imbalan atas apa yang dilakukannya
o iya saya mau mengundang anda untuk baca ini
makasih
http://realylife.wordpress.com/2008/02/16/sebenarnya-tujuan-hidup/
Februari 18, 2008 pada 6:50 pm
Mereka itulah sebenarnya Pahlawan Tanpa Tanda Jasa..
Februari 18, 2008 pada 7:31 pm
nice
mang musti banyak intropeksi diri neh kita π
Februari 18, 2008 pada 7:36 pm
dan tanpa sadar… saya merasa kesal klo harus antri di Bank BRI tiap awal bulan, tp bukan karena kesal antri dengan bapak2 para veteran, yang saya kesal adalah kenapa para veteran itu harus antri sendiri di bank… tidak ada petugas yg datang ke kediaman mereka demi untuk memberikan uang pensiun?? fyuhhh
Februari 18, 2008 pada 11:15 pm
jiwa nasionalis kita mulai luntur…
Februari 19, 2008 pada 1:43 am
Si Mbah : “Saya cuma bisa ngelus dada….” (sambil nyruput kopi susu…)
Februari 19, 2008 pada 5:33 am
ya ya memang beginihal negeri kita. mikirinnya jadi hopeless. π
Februari 19, 2008 pada 7:13 am
Yah begitulah…… tiap hari semakin banyak saja orang yang berkhianat kepada negara dan bangsanya, termasuk kepada mereka yang ‘telah memperjuangkan kemerdekaan ini’. Tiap hari kita mendengar, mereka2 yang mengelola negeri ini yang katanya untuk mengisi kemerdekaan ini, bukan saja mereka telah mentelantarkan mereka2 yang dulu berjuang mati2an membela tanah air ini, namun juga mereka2 pengelola negeri ini sibuk merongrong negerinya sendiri dengan memperkaya diri dari asset negara. Sungguh memuakkan dan itu menjadikannya penghianat ganda.
Februari 19, 2008 pada 8:20 am
Astagfiullah…. pemerintah kita ini siyalan rufa-nya! Kalo veteran minta naek jadi 300.000 perak, berarti sebelum-na lebih kecil dong??? Kita ini ternyata bukan cuman dihuni ama manusia-manusia serakah, penghisap laut, penggeres hutan, tapi juga tukang kualat sama pejuang… πΏ π₯
Mangkin jijik aja ane ama itu para anggota DPR yang berlimpah tunjangan, fasilitas dan gaji selangit… Kuduna, tunjangan buat veteran itu minimal 3 kali UMR. Ane malu… ane malu… π₯
Sorry… ane mau nyumfah serafahin abang nih…
Dasaer blog keren!!! Dasar menggugah!!! Fostingan yang ini bener-bener nampar!!!
Februari 19, 2008 pada 9:03 am
kalo di tempat saya.. ada veteran berpakaian seragam lengkap, keliling kampung berjualan kalender veteran RI.. saya hampir nangis menatapnya… saya juga proletar tak banyak hal yang bisa lakukan kecuali membeli kalendernya dengan harga lebih dari yang beliau minta.. hiks.. hikss..
Maafkan kami pak tua yang telah banyak melupakanmu..
Februari 19, 2008 pada 9:31 am
“bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannyah”
*itu cumang slogan yaks?* π
Februari 19, 2008 pada 10:03 am
Ah aku ikut nimbrung sini aja biar beken diem aja sambil mesem.
Salam
Februari 19, 2008 pada 9:19 pm
sdih bacanya.. jujur saja, saya jadi malu sm diri sendiri.. saya berdiri dg tenang diatas pengorbanan org lain..
Februari 20, 2008 pada 12:56 am
ckckckck…postinganmu beratpun . baguspun. oke pun. apapun ..kekekekek
tp yah… tetangga gw niyyy… kakeknya jg veteran, keluarganya malah asik tuh… dapet pensiunan veteran mpe skrg, rumah dinas jd hak milik..selalu diundang acara2 diistana negara *ngiri jg bo ngeliatnya kadang2*
yah lain orang lain nasibnya yah….
Februari 20, 2008 pada 8:21 am
Satu lagi fenomena ketidakseriusan pemimpin memimpin rakyatnya,…so wajar saja jika ada WNI yang bergabung dengan askar wataniah,..(ada hubungannya ga?)
Februari 20, 2008 pada 10:33 am
benar sekali tuh… kita seakan akan terbuai dengan jasa jasa pahlawan “besar” dan kerap kali terlupakan oleh “yang dibelaangnya”..
salam untuk para pejang yang telah menunaikan tugas yang mulia
jejak anak negeri
Februari 20, 2008 pada 11:09 am
hidup dijakarta memang sulit…
kalau sudah begini… kira2 pemerintah kemana yah??
salam kenal yaa…`
Februari 21, 2008 pada 12:45 pm
para pejuang itu seharusnya mendapat perhatian lebih dari pemerintah
karena tanpa mereka, mungkin kita tidak bisa merasakan kemerdekaan saperti sekarang ini
Februari 21, 2008 pada 2:58 pm
Blog Walkin`
Februari 23, 2008 pada 8:41 pm
huff… gimana ya? udah kebanyakan yang harus diurus, apa lagi sekarang banyak panti jompo jadi masukin situ saja sudah selesai urusan. trus, kasih piagam penghargaan. kalau gak mau ya, silakan mencatat namanya sendiri-sendiri di daftar tunggu. Dan bagi yang namanya bisa dicoret dari sejarah ya dicoret, yang tidak bisa, ya sudah… kalau ada yang protes, tinggal bilang: tercoret.
gitu kan? dangkal sekali ya? π
Februari 24, 2008 pada 3:11 pm
Ikhlas dan ikhlaslah kau Pahlawan..
Walau kelak tak mati Syahid, kau hidup dalam keMuliaan.
Februari 25, 2008 pada 7:38 am
salah ga sih klo gw bilang pemerintah kurang tau terima kasih??
Februari 26, 2008 pada 6:42 am
Duh … pemeimpin (ke depan) memang bakalan silih berganti, pejuang kemerdakaan tak bisa diganti. Dan, kalau mereka menderita, toh pemimpin (dan kita) tidak berbuat apa-apa kan? Dosa kebangsaan kita memang pantas mendenda.
Februari 27, 2008 pada 3:02 pm
Sudah sejak lama veteran tidak mendapatkan hak yang selayaknya. Padahal yang dilakukannya dulu sampai rela mengorbankan jiwa dan raga. Hingga akhirnya Indonesia merdeka. Namun ternyata setelah kemerdekaan diraih tidak ada kompensiasi yang layak untuk anggota veteran tersebut. Sungguh memprihatinkan.
Februari 28, 2008 pada 3:18 pm
oh kakekku malang sekali nasibmu…
Maret 7, 2008 pada 2:56 pm
penerapan keadilan yg tidak pernah adil.. π¦
Desember 20, 2009 pada 1:25 pm
Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengargai pahlawannya…….Apakah bangsa ini bangsa yang besar?
Mei 25, 2010 pada 2:36 pm
Simbahku Juga Seperti ini … aku juga sering mendengar ceritanya … yang dulu dia kekar sanggup memegang senjata ….. tak ada kata tentara dia berjuang tanpa nama konsepnya bela negara … tapi masih idup kok sekarang jadi tukang tambal ban dan buruh tani,itu simbahku lho …. aku banggaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa