“Yang telinganya tuli karena badai pujian
yang matanya kini rabun
bertahun terhisap cahaya senyap bulan”
(Tukang Jagal sialan, Warih Wisatsana)
Kelas 3 Madrasah Aliyah di sebuah kota kabupaten di propinsi Jambi, suatu hari bersama teman-teman OSIS, kami berencana untuk berunjuk rasa di depan Depdiknas yang terhormat, hari itu senin selepas upacara bendera, teman-teman berkumpul untuk meminta ijin kepada kepala sekolah agar meliburkan seluruh siswa dan memberi ijin kepada kami untuk berunjuk rasa di kantor depdiknas.
“Di beri ijin atau tidak kita tetap akan berangkat” cetus Awi sang ketua OSIS
Serentak kami mengangguk, tiga orang lantas masuk keruangan kepala sekolah, sementara yang lain menggalang dukungan ke kelas-kelas, memungut sumbangan dana alakadarnya untuk sekedar bekal memberi minum, serta spanduk. syukurlah ternyata seluruh siswa mendukung, teman-teman kelas satu dan kelas dua tampak antusias, awalnya kami merencanakan aksi ini hanya akan diikuti oleh teman-teman kelas tiga. namun teman-teman di kelas dua dan kelas satu protes, mereka ingin juga dilibatkan, mereka mendukung penuh upaya kami menuntut keadilan. ya apa boleh buat, kami akhirnya mengajak mereka turut serta. akhirnya persiapan mendadakpun selesai dan kami siap-siap berangkat menuju kantor Depdiknas.
“Saya akan menyertai kalian di belakang bersama pak Junaedi” kata pak Muslim guru PPKN saya (sekarang PKn) terlihat semangat.
Tak lama kami melihat Awi dan dua teman lainnya keluar dari ruangan kepala sekolah, wajah mereka tampak lesu, hilang semangat yang tadi terpancar di wajah ketiganya.
“Kepala sekolah tidak memberi ijin, beliau tidak mau bertanggung jawab jika terjadi sesuatu” kata Awi menjelaskan
“Lantas bagaimana? teman-teman sudah siap, lihatlah!!” sahut Azis sembari menunjuk kerumunan teman-teman di depan kelasnya masing-masing.
“Ya.. kalau kita bersedia menanggung resiko, kita berangkat tanpa ijin kepala Sekolah” jawab Awi
“Bagaimana? apa semua setuju??!!!” teriak Khadirin lantang
“Setuju!!!” serentak teman-teman yang berkumpul didepan ruang guru berteriak, gemuruh.
“Para guru mendukung, namun hanya kami berdua saja yang akan turut bersama kalian” kata pak Junaidi guru Matematika saya di kelas 3.
“Baiklah kalau begitu, kita berangkat sekarang”
Jarum jam menunjuk angka sembilan ketika kami berangkat menuju sasaran *kayak mo ngegerebeg teroris :p*
***
Berita gembira… hari sabtu, aku, Ike Nurhayati dan Herry Rahmayeti berhasil menjuarai LCT (Lomba Cepat Tepat) tingkat Kabupaten setelah memaksa anak-anak Smansa, SMAN 3 dan SMKN 1 menyerah di babak final. perasaan haru, senang, bangga, dan bahagia tentu saja berkecamuk. jujur sebelumnya aku tak begitu yakin bisa meraih poin penuh, untunglah di babak-babak terakhir kami bisa menyelesaikan lebih banyak soal yang dibacakan oleh dewan juri.
Dengan hasil ini otomatis kamilah yang akan menjadi Utusan Kabupaten untuk berjuang di tingkat Propinsi. ahh… aku benar-benar tidak menyangka raihan ini, syok untuk beberapa saat, senang? tentu saja, aku teramat gembira dengan ini.
Guru yang sejak awal mendampingi kami, Pak Muslim terlihat bercakap-cakap dengan salah seorang dewan juri. Beliau menanyakan keberangkatan kami ke kota Jambi.
“Besok pagi kalian berangkat, berkumpul disini” kata pak Muslim setelah mendapat penjelasan dari seorang dewan juri.
“Kalian akan berangkat bersama siswa SLTP 1, utusan tingkat SLTP” lanjutnya pula.
“Sekarang kalian boleh pulang, persiapkan untuk keberangkatan besok pagi” kata pak Bahri Wakil kepala sekolah bidang kesiswaan yang baru datang setengah jam yang lalu.
Tak menunggu lama kamipun pulang, semalaman susah rasanya memejamkan mata, memikirkan persiapan apa saja yang akan ku bawa buat keberangkatan esok pagi. sementara, pakaian sudah terbungkus dalam tas kuletakkan di atas meja, di dalam kamar.
***
Pagi itu bersama Roy teman kos ku, aku menuju kantor depdiknas. namun kedatanganku ternyata terlalu pagi. disana, masih sepi apalagi waktu itu hari minggu, para pegawai tentu saja sedang menikmati akhir pekan. Tak perlu menunggu lama, Ike dan Rahma datang.
“Apa kita datang terlalu pagi?” tanya Ike setibanya dihadapanku
“Sepertinya begitu, kita tunggu saja” jawabku
Sebuah sedan merah meluncur memasuki halaman kantor, berhenti tepat dihadapanku.
“Bagaimana apa semua sudah siap?” suara itu berasal dari sedan merah tadi, rupanya Pak Junaedi datang bersama pak Bahri.
“Selama disana kalian akan didampingi oleh pak Jun” kata Pak Bahri setelah keluar dari mobilnya. kami hanya mengangguk dan melampar senyum.
Tak terasa sudah hampir satu jam kami menunggu, kulirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan, jarum pendeknya sudah bergeser dari angka 9. apakah kami terlambat?
Tiba-tiba pak Bahri keluar tergopoh-gopoh dari dalam ruangan kantor depdiknas, aku tak tahu
kapan tepatnya beliau masuk.
“Sepertinya kita tak jadi berangkat” katanya kemudian setelah berada di hadapan kami bertiga
“Kenapa pak?” sahutku gusar
“Mereka sudah berangkat pagi tadi, pukul 8” jawabnya lemah
“Lantas kita ditinggal begitu saja?” pak Jun tiba-tiba menimpali
“Ya, mereka membohongi kita, ternyata mereka berkumpul di SLTP 1, dan yang diutus ternyata
dari SMAN 1”
Degh… jantungku bergegup, aku tak menyangka jika akan terjadi seperti ini. betapa, ini adalah penghianatan yang dilakukan oleh orang-orang terdidik, orang-orang terhormat yang mengurusi pendidikan di kota ku. perilakunya sama busuknya dengan penjahat. lantas, buat apa Perlombaan ini diadakan jika pemenangnya telah ditentukan. Buat apa mereka meminta kami bersiap-siap dan datang ke sarang mereka, jika ternyata itu hanya basa-basi. saya kecewa, kami kecewa, teramat kecewa. Inilah pelajaran yang bisa kudapat hari itu. bahwa kecurangan itu boleh dilakukan oleh orang-orang berkuasa,dan berpendidikan tinggi.
Terima kasih anda telah mencurangi kami, terima kasih karena anda telah merampas sesuatu yang telah menjadi hak kami.
Terima kasih… semoga anda di sadarkan!!
Pengalaman ini saya alami awal tahun 2004 saat perlombaan diadakan untuk memperingati hari pendidikan nasional. apa boleh buat, hari pendidikan tahun itu telah di coreng oleh perbuatan oknum tak bertanggung jawab (oknum?). Semoga kini semuanya sudah berubah.
‘Kakak’ kelasku yang ini juga pernah menjuarai lomba yang sama. Namun, Ia lebih beruntung karena tidak dicurangi sehingga berhasil melaju ketingkat Propinsi
ctt : Nama, tempat dan kejadian adalah fakta. Percakapan telah di modifikasi sedemikian rupa
September 1, 2007 pada 8:01 pm
eh, terus hasil unjuk rasa-nya gimana tuh?
September 1, 2007 pada 9:43 pm
hah??????
busyet kebejatan + kecurangan dalam pendidikan yg diajarkan secara legal???
ckckkckkck sadissss………
kenapa harus disembunyikan yg sebenernya……???
sayah rasa temen2 blogger mau membantu menggalang solidaritas untuk kamu mas…
… sabar ja mas ya π
September 1, 2007 pada 10:36 pm
kamu beneran tuh? sumpe loh???
2004 kan ga terlalu lama, koq aku ga baca itu di koran…
kirim ke news.com ajah, biar diadilin di Republik Mimpi tu guru… kalo emang di Republik ini die kebal hukum
September 2, 2007 pada 1:34 pm
di sekolahku juga banyak kecurangan π¦
September 2, 2007 pada 9:18 pm
#Akbar Kadabra
ya.. gitu mas, penjelasan panjang blabla…. ngambang gak jelas juga, akhirnya kami cuma bisa memutuskan untuk tidak ikuti kegiatan yang diadakan oleh Depdiknas untuk beberapa saat.
#Almascatie
nggak disembunyikan kok
terima kasih mas… tapi gak begitu perlu kayaknya buat sekarang, abis kejadiannya udah lama itu. saya cuma nulis di blog ini cuma bernostalgia aja gituh…
novee
mana mau ngangkat kasus basi gini
ya ndak masuk koran nasional kayaknya mpok, cuma koran lokal aja, lha kayak ndak tahu aja, gak semua wartawan itu jujur.
republik mimpi?
zZa
itulah… kita di didik dalam lingkungan yang melegalkan kecurangan *sigh*
September 2, 2007 pada 11:57 pm
Sebuah pembunuhan karakter yang seharusnya tidak perlu terjadi, apalagi dalam dunia pendidikan. Praktik kecurangan semacam itu sudah sepantasnya tak bisa ditolerir. Generasi muda Indonesia, ayo maju. Lawan segala bentuk kecurangan dan pembodohan, hahahaha π
September 3, 2007 pada 6:34 am
Hik hik….. Kalau memang para pendidik itu securang itu, menangislah aku selaku pendidik. Aku sedih. π¦
Btw, apakah setelah kejadian itu, tiada penjelasan sedikit pun dari mereka?
September 3, 2007 pada 1:39 pm
@andalas
sipp mas…… moga-moga adek kelas mas andalas ga dapat cerita kayak mas andalas lagi π
cerita yg bikin geram sih mas hhihihiih
September 3, 2007 pada 4:27 pm
hehe…
pas giliran aku sih masih bisa brangkat mewakili propinsi.. walau para pendamping diknas tampak tak suka dengan adanya kami dari Sekolah Agama :hammer:
jadinya brangkat dengan uang saku seadanya.. dan supaya duit diknas gak dimakan “oknum” kami curangi saja… dengan booking makanan mewah di hotel dan dibayar oleh bapak oknum ( padahal sebenarnya itu jatah kami )
September 3, 2007 pada 7:12 pm
M Shodiq
Begitulah adanya pak… ketika di konfirmasi Kepala diknas nya bilang dia ndak tahu apa-apa, soalnya lagi tugas keluar kota… jadi itu tanggung jawab panitianya. how coba?
#Pak Sawali
sekapat pak!!! kita harus lawan segala macam kecurangan dan pembodohan!!! hehe
#almascatie
amiiin… makasih mas doanya… saya bukan hanya geram, jengkel, sedih, marah, jadi satu… sesak juga dada ini *halah*
#dobelden
emang dari dulunya udah niat curang kali ya kang?! harusnya makhluk kayak gitu udah dimusnahkan dari muka bumi, atau diawetkan a la fir’aun huehuehehehe…
September 3, 2007 pada 8:11 pm
Republik Mimpi ga mau??? kata sapa…?
lha itu kecurangan2 kepala skolah di Medan yg bikin guru2 jujur terdzolimi ato masalah pegawai Angkasa Pura bukti nya bisa…
Baca postingan ini tuh amit2 banget! maksud nya Amit2 ama tu oknum bukan ama postingan nya *yah amit2 ama penulis nya juga siy… eh salah! ngga deng, becanda kalee…*
Emang nya gada alumni situ yg bisa berbuat sesuatu? jangan2 alumni nya juga males n ga peduli… pantesan tu oknum nyantey ajah, kaga keusik…
Berbuat sesuatu dong… gimana sih!
September 3, 2007 pada 9:45 pm
#Novee
iya.. sih, tapi udahlah, jadiin pelajaran aja. cukup tahu kalo pendidikan kita itu masih perlu banyak pembenahan (itu tujuan utama posting ini).
perkembangannya aku gak ngikutin juga, males. soalnya pihak diknas urusannya langsung sama guru-guru. kayaknya kepala sekolah dapat tekanan juga, akhirnya yaa.. kasusnya ngambang.
seandainya saya punya kekuasaan, sudah kulumat habis tuh orang *halah*
September 4, 2007 pada 7:19 am
Ass, met pagii bang… ada apa ya nyari2 ane..??? moga kita bisa jalin pertemanan ini dengan saling ingat mengingatkan untuk bisa lebih maju dari berbagai hal… successs ya bang….. sering2 mampir…. sory ane blom ngasih komen buat postingannya… huehehehehe….
September 4, 2007 pada 9:05 am
Wah ternyata blognya maju pesat ya??? Terbukti ‘komentarnya’ sdh begitu banyak. Krn itu saya idem sama bank Dhika nggak kasih komentar. Ha ha ha…makasih udah mampir. Keep writing Bro…!!!
September 4, 2007 pada 12:45 pm
#bangdhika
yap.. semoga saja bang, ndak ngasih komen jga ndak apa-apa π
#AG.Syam
hahahaha…. ada-ada ajah π
September 5, 2007 pada 4:34 pm
Yah, yg begini yg membuat citra tentang pendidik[an] jadi tambah ternoda aja…
Turut berduka…
Yang penting kita2 bisa menghindari hal2 negatif yg telah dilakukan pihak lain…
September 5, 2007 pada 4:37 pm
Quote ini agaknya sedikit cocok
September 5, 2007 pada 4:57 pm
speechless dech saya
September 5, 2007 pada 6:15 pm
#Herianto
Semoga, kita bisa menjaga diri untuk tidak mengotorinya (lagi)
#peyek
*buka kamus onlen*
Terima kasih pak quotenya sayang saya ndak ngerti
#kangguru
waduh kenapa pak? bukan karena grogi kan ya?
September 5, 2007 pada 10:47 pm
Yang curang Depdiknas-nya kah atau benar2 para pendidik secara langsung (guru)?
Tapi kisah ini benar2 membuat tidak bisa berkomentar…
September 5, 2007 pada 11:47 pm
deking
bukan depdiknasnya, tapi sebagian penghuni kantor Diknas itu, yaa oknum guru juga Guru nun jauh disana, yang bukan guru saya, gitu mas ceritanya *halah*
September 6, 2007 pada 10:26 am
perih memang. tp beginilah kondisi di negara kita.
*komen saya terlalu general ya? susah mau komen. kehilangan kata2…*
September 6, 2007 pada 8:28 pm
#miss tyke
begitulah miss… saya sih tetap optimis kalo nanti insya Allah (suatu saat yang entah itu kapan) bakal berubah, menjadi lebih baik. semoga
September 7, 2007 pada 12:47 am
OMAIGAT!!β’
masih ada yg bgini kok mimpi bangsa mau maju β *heran*
ah, semoga harapan untuk mnjadi lebih bak masih bisa terwujud, aMin,,
September 11, 2007 pada 7:35 pm
oknum dan kebejatan dunia pendidikan (atau dunia2 yg lainnya)… makanan ringan yg selalu ada di hadapan mataku. semoga masi ada makanan ringan lain yg lebih nikmat π
September 12, 2007 pada 1:24 am
#aLe
harapan selalu ada mas…
#tuinggg’s
wadaw… nggak eneg tuh makanin barang-barang bejat, kenapa gak di banting ajah :kompor mode ON: